Excoecaria cochinchinensis (Chinese croton, blindness tree, buta buta, jungle fire plant) is a species of plant in the genus Excoecaria, which is a member of the family Euphorbiaceae. It is native to Southeast Asia and China. It is a subtropical evergreen shrub with a woody stem, growing up to 1–2 meters (3.3–6.6 ft) high. Its leaves are opposite, their texture shiny and papery, the upper surface dark green or variegated and the underside a deep maroon. The leaves measure 6–14 cm by 2–4 cm (2.4–5.5 in by 0.8–1.6 in).[1] It is dioecious.[2]
The common name of blindness tree comes from Latin, "excoecaria", to make blind. Sap in the eyes is reported to causes blindness. The Latin name cochinchinensis derives from Cochinchina, an old name for Vietnam.[3]
Excoecaria cochinchinensis is cultivated as an ornamental tropical plant, greenhouse plant, or houseplant. A popular colorful cultivar is "Firestorm."[3]
As with many of the Euphorbiaceae, the sap is toxic and can cause skin eczema in some people. It is also toxic if eaten, though in small quantities, it has been used in herbal medicine to treat gastric ulcers.
Though the plant is considered poisonous, it has beneficial uses as an antiparasitic, antipruritic, and haemostatic treatment.[4]
Excoecaria cochinchinensis (Chinese croton, blindness tree, buta buta, jungle fire plant) is a species of plant in the genus Excoecaria, which is a member of the family Euphorbiaceae. It is native to Southeast Asia and China. It is a subtropical evergreen shrub with a woody stem, growing up to 1–2 meters (3.3–6.6 ft) high. Its leaves are opposite, their texture shiny and papery, the upper surface dark green or variegated and the underside a deep maroon. The leaves measure 6–14 cm by 2–4 cm (2.4–5.5 in by 0.8–1.6 in). It is dioecious.
Sambang darah (Excoecaria cochinchinensis) adalah tumbuhan berkhasiat obat bersifat beracun dan berasal dari China dan Asia Tenggara. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan beberapa nama: daun rĕměk daging (Jateng), daun sambang darah, ki sambang, dan sambang darah (Mly. Btw.) saja.[2][3][4]
Selain dikenali sebagai tanaman obat, tanaman ini rupanya terhadap ikan sangat beracun, dan bahkan mempunyai kekuatan membunuh. Namun demikian, tanaman ini masih juga dapat dipakai sebagai tanaman hias.
Sambang darah adalah perdu kecil dengan tinggi 0,5 m hingga ± 3 meter.[3][5] Batangnya berkayu, dengan percabangan yang sangat banyak. Manakala digores, dia akan mengeluarkan getah putih yang beracun. Mempunyai ranting-ranting yang beruas dengan warna hijau-keunguan. Daunnya tunggal dan agak panjang, dengan letak saling berhadapan, atau berselang-seling.[6][7] Daunnya berbentuk jorong sampai lanset memanjang, ujung dan pangkalnya meruncing, tepinya bergerigi dengan tulang daun yang menyirip dan menonjol permukaan bawahnya. Berukuran 4 - 15 cm × 1,5 - 4,5 cm. Warna daunnya di bagian atas hijau tua, dan bawahnya merah gelap[7] serupa daging; oleh karena itu, tanaman ini disebut remek daging atau sambang darah. Daun mudanya mempunyai warna yang sedikit lebih mengkilap. Bunganya tergolong sebagai bunga majemuk yang keluar dari ujung batang atau ujung cabang, kecil-kecil, warnanya kuning, tersusun dalam tandan. Bunga jantan lebih banyak dari bunga betina. Mahkotanya tidak tampak, putiknya 3, melengkung. Buahnya tergolong buah kotak, berbentuk bundar, kecil, 3 keping dengan diameter 1 cm. Bijinya bulat, kecil, berwarna coklat muda. Akarnya, tunggang dan juga berwarna coklat muda.[6][3][5]
Tanaman ini berasal dari Indocina, tidak menyukai tanah yang tergenang air. Tanaman ini banyak didapati di hutan-hutan dan tumbuh meliar, dapat juga ditemui di ladang pada tempat terbuka atau sedikit terlindung. Sering juga tanaman ini ada di pekarangan sebagai pagar hidup atau tanaman obat, dan di taman-taman sebagai tanaman hias.[3] Tanaman ini rupanya sudah lama bertumbuh di Jawa, bertumbuh hingga daerah berketinggian 300 mdpl, dan mudah diperbanyak dengan cangkokan, setek, atau dengan biji.[6]
Menurut J.J. Smith -seorang botanis yang pernah ke Hindia Belanda- (1922), tanaman ini bentuknya "kompak". Warna daunnya mungkin dapat juga berpadu di bawah sinar matahari, dan dia juga bercerita bahwa tanaman ini di luar negeri pada masa itu dibudidayakan sebagai tanaman hias.[7] Adapun kalau hendak memelihara tanaman ini sebagai tanaman hias, rajin-rajinlah memangkasnya agar tampak padat. Tanaman ini memang indah dan menarik.[6]
Menurut Heyne, tanaman ini memang bergetah racun. W. G. Boorsma dalam jurnal Teysmannia (1910) -sebuah jurnal ilmiah tentang botani, kehutanan, dan pertanian Hindia Belanda- sebagaimana dikutip Heyne[2] mengatakan bahwa dalam konsentrasi 1:500.000, sudah cukup untuk jadi racun ikan yang mematikan dalam waktu singkat.[2][6] Selain itu, tanaman ini juga bermanfaat untuk mengobati pendarahan pada datang bulan berkepanjangan. Tanaman ini mengandungi asam shikimat, tanin, asam behenat, asam palmat, asam sterat, excolabdone A, B, & C, triterpenoid eksokarol, excoecariodes A dan B.[3][8] Bagian yang dipakai dalam pengobatan adalah daun, ranting, dan akarnya. Sifat tanaman ini pedas, hangat, beracun. Sifatnya membunuh parasit (parasitisid), penghilang gatal, dan hemostatis (penghenti pendarahan). Untuk pemakaian dalam, bisa dipergunakan daunnya 15 lembar direbus, di saring dan diminum airnya tiap sore dan pagi. Adapun untuk pemakaian luar, gilingan daun dapat dipakai untuk mengobati luka berdarah, psoriasis, eksema, dan neurodermatitis.[3]
Catatan lain menyebutkan bahwa tanaman ini di India dipakai untuk mengobati ayan. Adapun penelitian ilmiah menyebut bahwa tanaman ini berkhasiat sebagai antimikroba, yang mempunyai aktivitas signifikan terhadap Strapphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes. Sambang darah juga punya aktivitas sitotoksin.[8]
Sambang darah (Excoecaria cochinchinensis) adalah tumbuhan berkhasiat obat bersifat beracun dan berasal dari China dan Asia Tenggara. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan beberapa nama: daun rĕměk daging (Jateng), daun sambang darah, ki sambang, dan sambang darah (Mly. Btw.) saja.
Selain dikenali sebagai tanaman obat, tanaman ini rupanya terhadap ikan sangat beracun, dan bahkan mempunyai kekuatan membunuh. Namun demikian, tanaman ini masih juga dapat dipakai sebagai tanaman hias.
Đơn mặt trời, đơn tía, đơn đỏ, đơn tướng quân, liễu đỏ, hồng bối quế hoa hay cây mặt quỷ[1][2] (danh pháp khoa học: Excoecaria cochinchinensis Lour.[1] hay Excoecaria cochinchinensis Lour. var. cochinchinensis[2]) là loài thực vật thuộc họ Đại kích. Đây là loài bản địa Đông Nam Á và Trung Quốc. Đơn mặt trời là cây bụi thường xanh cận nhiệt đới, cao đến 1–2 mét. Mặt trên của lá có màu xanh đậm, mặt dưới màu nâu đỏ. Kích thước lá 6–14 cm x 2–4 cm.[3]
Lá đơn mặt trời chứa các hoạt chất: flavonoid (1,5%), saponin, coumarin, anthranoid, tanin, đường khử.[2]
Đơn mặt trời, đơn tía, đơn đỏ, đơn tướng quân, liễu đỏ, hồng bối quế hoa hay cây mặt quỷ (danh pháp khoa học: Excoecaria cochinchinensis Lour. hay Excoecaria cochinchinensis Lour. var. cochinchinensis) là loài thực vật thuộc họ Đại kích. Đây là loài bản địa Đông Nam Á và Trung Quốc. Đơn mặt trời là cây bụi thường xanh cận nhiệt đới, cao đến 1–2 mét. Mặt trên của lá có màu xanh đậm, mặt dưới màu nâu đỏ. Kích thước lá 6–14 cm x 2–4 cm.
Cây Đơn mặt trời红背桂花(学名:Excoecaria cochinchinensis)为大戟科海漆属下的一个种。