Ko e suipi ko e fuʻu ʻakau siʻi ia. ʻOku faingofua hoʻo toe ʻilo. Ho hono lau ʻoku lanumata pe lanufekika mo e ngingila fakamētali ʻi olunga, pea lanu fisiʻifekika ʻi lalo. Ko e ʻakau ʻomi mei Sava (ʻInitōnisia) ʻikai fuoloa, ʻa ia ʻoku ʻikai hano hingoa fakatonga. Ko e 'suipi' (hingoa taʻefakalakanga) ʻoku tupu mei Haʻamoa. ʻOku tatau mo e H. colorata pe Ruellia alternata, kae ʻoku ʻikai ko e Strobilanthes.
Ko e suipi ko e fuʻu ʻakau siʻi ia. ʻOku faingofua hoʻo toe ʻilo. Ho hono lau ʻoku lanumata pe lanufekika mo e ngingila fakamētali ʻi olunga, pea lanu fisiʻifekika ʻi lalo. Ko e ʻakau ʻomi mei Sava (ʻInitōnisia) ʻikai fuoloa, ʻa ia ʻoku ʻikai hano hingoa fakatonga. Ko e 'suipi' (hingoa taʻefakalakanga) ʻoku tupu mei Haʻamoa. ʻOku tatau mo e H. colorata pe Ruellia alternata, kae ʻoku ʻikai ko e Strobilanthes.
Strobilanthes alternata (synonym Hemigraphis alternata), may be known as red ivy, red-flame ivy, or waffle plant, is a member of the family Acanthaceae native to Java.[1] It is a prostrate plant with purple colored leaves.
Strobilanthes alternata is a herb that grows near 30 cm (12 in) long. The stems of the plant are prostrate and purplish, especially at the nodes. The leaves are hairy and opposite, and one leaf of a pair is much larger than the other. The leaf blades are dark green on the top face and are lighter green or purplish on the lower face. The flowers of the plant grow from where the leaf meets the stem, and are white with purple penciling.You can call this plant by various names such as Cemetery plant, Purple waffle plant, Murikooti and Ayurveda addresses this plant as Vranaropani (meaning – wound healer). In Kerala, India, we call this herb as Muriyan pacha as it helps to heal wounds faster. This plant is native to the tropical regions of the globe especially tropical Malaysia and South East Asia. This natural herb grows in plenty across India, China, Indonesia, and Japan[2]
In Indonesia, Strobilanthes alternata is used to promote urination, check and heal hemorrhages, stop dysentery, and treat venereal diseases.[2]
The plant is popular in the United States and rarely the United Kingdom to use in hanging baskets for gardens.The botanical name of Red flame ivy is Hemigraphis colorata Blume.[3]
Strobilanthes alternata (synonym Hemigraphis alternata), may be known as red ivy, red-flame ivy, or waffle plant, is a member of the family Acanthaceae native to Java. It is a prostrate plant with purple colored leaves.
Hemigraphis alternata es una especie de planta perteneciente a la familia Acanthaceae.[1] Se encuentra en Asia y al ser una planta ornamental se ha escapado y naturalizado en otras partes del mundo.
Es una planta herbácea perennifolia que alcanza hasta 0.3 m de alto; los tallos jóvenes son subcuadrangulares, escasamente pubérulos, enraizando en los nudos inferiores. Las hojas son ovadas, de hasta 6 cm de largo y 4 cm de ancho, el ápice acuminado, con la base cordada, márgenes crenados y escasamente ciliados, escasamente pilosas en los nervios principales, cistolitos prominentes y densos en la haz, menos prominentes en el envés, algunas porciones volviéndose de color índigo cuando están secas; con pecíolos de hasta 2.5 cm de largo, pilosos. Las inflorescencias se presentan en forma de espigas de 4 costados, axilares, con hasta 1.5 cm de largo, pedúnculo piloso, brácteas imbricadas, ovado-oblongas.[2]
Poco común, cultivada como planta ornamental y ocasionalmente escapada. Es nativa de Malasia y del sur de China, Indomalasia y Australia tropical.
Hemigraphis alternata fue descrita por (Burm.f.) T.Anderson y publicado en Journal of the Proceedings of the Linnean Society 7: 114. 1864.[3]
Hemigraphis alternata es una especie de planta perteneciente a la familia Acanthaceae. Se encuentra en Asia y al ser una planta ornamental se ha escapado y naturalizado en otras partes del mundo.
Hojas de Hemigraphis alternata Hojas coloreadasSambang getih (Hemigraphis colorata) atau disebut juga binalu api (Melayu), remek daging, reundeu beureum (Sunda), kĕji bĕling, sambang gĕtèh, sarap (Jawa), pecah beling (Jakarta), lire (Ternate) adalah flora Indonesia yang berkhasiat obat. Ia bisa ditemukan liar ataupun ditanam di taman-taman.[3][4][5]
Sambang getih adalah terna dengan batang terbaring dan merayap. Bentuknya bulat, bercabang, beruas-ruas, dan berwarna ungu. Adapun daunnya, dia tunggal, bertangkai, letaknya berhadapan, helaian daunnya berbentuk bulat telur, berujung runcing, berukuran 7-11 × 4-6 cm. Warnanya merah ungu mengkilap agak kelabuan di bagian atas, dan merah anggur di bagian bawahnya. Daun bertumbuh dekat dasar tanaman dengan bagian atas yang bermiang. Perbungaannya termasuk bulir, panjang 5-10 cm, agak kecil, dan agak merenggang. Daun pelindungnya (braktea) 0,5-0,7 inci, agak lonjong meruncing, dan berambut kasar pada tepi.[2][6][3] Sumber lain menyebut bahwa tanaman ini bunganya tunggal, bukan majemuk. Kelopaknya terbagi 5, berwarna ungu, mahkotanya berbentuk corong, dengan benang sari dua. Kepala sarinya putih, putiknya berbentuk benang, dengan kepala berwarna merah dan putih.[7]
Buah sambang getih termasuk buah kotak, panjangnya 25 inci, dan berukuran kecil. Warnanya hijau, dan lonjong. Buahnya sedikit pipih, tidak bulat telur benar, dengan biji sebanyak 10-12 letaknya melekat hampir merata. Pada biji-biji itu, gundul, putih, kecuali di ujungnya.[2][3] Akarnya termasuk tunggang, dan putih-kekuningan.[7]
Tanaman ini menurut keterangan LIPI adalah tanaman asli Indonesia. Banyak di Malaysia dan Filipina. Umumnya tumbuh baik di dataran rendah dan daerah pegunungan, di tempat terbuka, yang banyak mendapat sinar matahari.[6] Tanaman ini dapat ditemui hingga 400 mdpl, pada hutan sekunder.[8] Sambang getih dapat ditemui tumbuh meliar atau ditanam di halaman dan taman sebagai tanaman hias.[3][5] Menurut George King dan J.S. Gamble -dua ahli botani Inggris yang kemudian bekerja di India- dalam Journal of the Asiatic Society of Bengal (1936), tanaman ini asalnya dari Jawa dan Sumatra. Selain itu, dikatakan bahwa tanaman ini dapat ditemui di Johor dan Pahang.[2]
Sebagai tanaman hias, bagian yang paling indah dari tanaman ini adalah daunnya. Daun ini amat digemari oleh para pecinta tanaman hias. Biasanya, tanaman ini sering dipakai sebagai tanaman pagar. Tanaman ini mudah dipelihara, dan bisa diperbanyak dengan jalan setek. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun.[6] Pada zaman dahulu, daun sambang getih juga digemari pula hingga sampai ke Eropa di zaman penjajahan Belanda.[4] Selain itu, sambang getih ini juga dipakai sebagai pewarna merah tua pada kain katun, tikar, dan bahan anyaman supaya lebih tahan lama.[8][5]
Tanaman ini sering dipakai dalam pengobatan.[6] W.G. Boorsma -sebagaimana dikutip Heyne (1913)- mengatakan bahwa di dalam daun sambang getih, ditemukan kadar kalium dengan jumlah tinggi, dan natrium dengan jumlah sedikit, juga memiliki khasiat peluruh air seni (diuretik). Selain itu, sambang getih dikatakan punya khasiat sebagai hemostatik/penahan pendarahan untuk pada sisa darah pada orang yang baru melahirkan supaya jangan lebih banyak pendarahan; disentri, dan hemoroid (wasir). Rumphius, setelah mendeskripsikan tanaman ini, dan menamakannya sebagai Prunella molucca hortensis, mengatakan bahwa tanaman ini bisa dilumatkan untuk selanjutnya dipakai untuk mendinginkan penderita sakit demam. Selain itu, tanaman ini bisa dipakai untuk mengobati luka terbuka, dan terkilir, dengan cara menguyah sambang getih, ditambah jahe (bisa juga tidak) kemudian diludahkan ke luka itu. Cuma pada terkilir, jahe ganti dengan cuka.[5] Daun dan akar sambang getih mengandung flavonoida dan polifenol. Di samping itu, pada daunnya mengandung tanin, dan batangnya mengandung saponin dan tanin. Tanaman ini juga mengandung sifat untuk mengobati mencret. Rebusan daun sambang getih dapat menyembuhkan peluruh air seni.[7] Selain itu, tanaman ini juga bisa menyembuhkan penyakit batu empedu.[8]
Penelitian ilmiah menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun sambang getih dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada kadar 13, 26, 52, 78, dan 104 mg. Kenaikan kadar ini berbanding lurus dengan daerah hambatan antibakteri.[3] Catatan lain menyebutkan bahwa tanaman ini berhasil menurunkan kadar gula darah pada mencit yang dijadikan percobaan. Selain itu, diketahui potongan daun dari sambang getih dapat berkhasiat sebagai penyembuh luka, dan memiliki aktivitas antioksidan.[9]
Sambang getih (Hemigraphis colorata) atau disebut juga binalu api (Melayu), remek daging, reundeu beureum (Sunda), kĕji bĕling, sambang gĕtèh, sarap (Jawa), pecah beling (Jakarta), lire (Ternate) adalah flora Indonesia yang berkhasiat obat. Ia bisa ditemukan liar ataupun ditanam di taman-taman.